Minggu, 24 Desember 2017 0 komentar

Aspek Psikologis dari Individu Pengguna Internet dan Aspek Demografis dari Individu Pengguna Internet

Perkembangan teknologi dewasa kini telah menciptakan perubahaan yang revolusioner tidak hanya di ruang lingkup komputer, tetapi juga di dunia komunikasi. Internet sebagai “ gudang informasi tanpa batas “  saat ini dirancang untuk memudahkan masyarakat dalam mencari informasi, selain itu internet dipergunakan untuk mencari informasi dan juga dipergunakan sebagai sarana berkomunikasi baik itu jarak jauh maupun jarak dekat bahkan dalam beberapa kasus internet dapat memudahkan manusia untuk kembali berkomunikasi dengan orang yang sudah sangat lama tidak ditemuinya, selain untuk berkomunikasi, dan mencari informasi internet juga membuka peluang usaha untuk beberapa orang.  Hal ini dilihat dari menjamurnya situs dagang online yang sangat mudah kita temui.

Namun selain manfaat yang kita dapat dari internet seperti yang telah tertulis di atas, internet juga dapat memberikan dampak secara psikologis bagi para penggunanya hal ini juga mendapat perhatian dari beberapa psikolog diantaranya:

Michelle Weil, seorang Psikolog dan pengarang buku terkenal, memberikan contoh konkrit tentang seorang gadis yang dijauhi oleh teman-temannya lalu kemudian menghabiskan waktu untuk mojok berchatting-ria dengan menampilkan karakter yang sangat kontradiktif dengan karakter aslinya. Akibatnya, lama kelamaan ia semakin jauh dengan kenyataaan sosial yang ada, bahkan tidak bisa menerima diri apa adanya. Menurut pakar psikoanalisa terkenal seperti Erich Fromm, kondisi demikian dinamakan neurosis. Kondisi neurosis yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan jiwa yang serius. Michelle lebih lanjut menambahkan, bahaya latennya adalah terbentuknya kepribadian online yang berbeda dengan yang asli.

Tentu saja ada pengaruh positif dari penggunaan (bukan kecanduan) internet terhadap kepribadian seseorang, seperti pendapat dari salah seseorang sosiolog yaitu Reid Steere, seorang Sosiolog dari Los Angeles mengatakan, jika seseorang menggunakan internet sebagai media eksplorasi diri dengan kesadaran penuh, ia akan mengalami pertumbuhan sebagai hasil dari refleksi dirinya secara utuh melalui internet.


A.    Aspek Psikologis dari individu pengguna internet.
Banyak sekali terjadinya fenemona identitas diri melalui internet secara identitas nyata maupun identitas virtual yang memungkinkan individu mengubah sama sekali identitas nyatanya ke sebuah identitas lain yang sifatnya virtual dan karakteristik seseorang indvidu.

Saat ini banyak sekali jejaring sosial yang bermuculan, seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram dan lain-lain. Banyak orang  yang mengunakan identitas palsu atau bisa disebut anonim untuk mendaftrakan diri / menjadi penguna aktif dari salah satu jaringan sosial. Antaralain faktor-faktor yang membuat seseorang mengunakan identitas palsu adalah untuk menutup jejak didunia maya, dan menjaga repotasi harga diri. Dimana seseorang ingin meluapkan emosinya didunia maya, tanpa diketahui oleh orang lain siapa dia sebenarnya.

Karakteristik seseorang akan telihat berbeda, ketika dia berada didunia nyata dengan saat dia berada di jejaring sosial. Saat didunia nyata mungkin dilihat karakternya sangat pendiam dan tidak mudah bergaul atau tidak asik untuk diajak berbicara, namun lain halnya saat didunia maya. Karakter dia menjadi anak yang mudah bergaul dan asik untuk diajak bebicara.

Dalam jurnal ini paparkan oleh Vivi Sahfitri bahwa : Berdasarkan hasil pembahasan dan analisa yang telah dilakukan serta sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, maka diambil kesimpulan sebagai berikut :

1.   Berdasarkan uji korelasi dan regresi diperoleh fakta bahwa secara parsial tidak ada hubungan atau pengaruh yang signifikan antara Variabel pemanfaatan e-learning terhadap   Prestasi belajar mahasiswa. Pada Kondisi ini dapat dijelaskan secara sendiri-sendiri atau parsial tidak terdapat pengaruh pemanfaatan e-learning terhadap prestasi belajar Mahasiswa.

2.  Pengaruh secara parsial dari variabel pemanfaatan e-learning dengan  kemampuan pemahaman mahasiswa berdasarkan uji yang telah dilakukan menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan. Pada Kondisi ini dapat dijelaskan secara sendiri-sendiri atau parsial terdapat pengaruh pemanfaatan e-learning  terhadap kemampuan pemahaman mahasiswa.

3.  Hasil pengujian regresi yang dilakukan secara bersama-sama atau uji serentak di peroleh hasil bahwa Pengaruh secara bersama dari variabel pemanfaatan e-learning dengan  Prestasi  belajar mahasiswa dan kemampuan pemahaman Mahasiswa menunjukkan pengaruh yang signifikan dan positif.

Dalam Jurnal Perilaku Penggunaan Internet pada Kalangan Remaja di Perkotaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Astutik Nur Qomariyah, mengenai perilaku penggunaan internet pada kalangan remaja di perkotaan dengan berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diajukan, maka peneliti dapat menyimpulkan tiga hasil temuan penelitian. Yaitu :

Pertama, usia responden saat pertama kali mengenal dan menggunakan internet ialah 12 tahun. Rata-rata saat itu mereka telah memasuki kelas VII SMP, dimana tugas-tugas sekolah yang diberikan mulai mengharuskan mereka mencari sumber atau bahan-bahannya di internet sehingga mereka dituntut harus bisa menggunakan internet. Sebagian besar remaja perkotaan dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa teman sebaya (peer groups) dijadikan sebagai sumber belajar pertama kali berinternet bagi mereka, baik untuk bisa melakukan aktivitas-aktivitas intenet tertentu yang lebih bersifat kesenangan (seperti: chatting, bermain game online, membuat account di salah satu situs social networking atau bahkan mengunjungi situs-situs pornografi) maupun membantu mereka untuk kepentingan akademis yakni mencari bahan atau sumber untuk menyelesaikan tugas sekolah.

Berdasarkan aspek intensitas penggunaan internet, sebagian besar remaja perkotaan lebih sering mengakses internet di warnet meskipun di sekolah mereka terdapat fasilitas internet yang dapat dimanfaatkan secara free (baik di laboratorium komputer atau perpustakaan sekolah). Frekuensi internet yang digunakan bagi remaja perkotaan yang sering mengakses internet di rumah cenderung lebih sering dengan durasi setiap kali mengakses internet lebih lama dibandingkan dengan remaja perkotaan yang sering mengakses internet di tempat lainnya, seperti: warnet, sekolah atau wifi area. Dari jumlah waktu penggunaan internet per bulan menunjukkan bahwa pada umumnya kalangan remaja di perkotaan yang sering mengakses internet di rumah termasuk dalam kategori heavy users (pengguna internet yang menghabiskan waktu lebih dari 40 jam per bulan). Sedangkan remaja di perkotaan yang sering mengakses internet di warnet dan memanfaatkan wifi area publik sebagai tempat akses internet mereka dikategorikan sebagai medium users (pengguna internet yang menghabiskan waktu antara 10 sampai 40 jam per bulan). Sementara itu, bagi remaja di perkotaan yang sering mengakses internet dengan memanfaatkan layanan internet yang tersedia di sekolah menunjukkan bahwa pada umumnya mereka tergolong sebagai light users(pengguna internet yang menghabiskan waktu kurang dari 10 jam per bulan).

Kalangan remaja di perkotaan menggunakan internet untuk untuk empat dimensi kepentingan, yaitu informasi(information utility), aktivitas kesenangan (leisure/fun activities), komunikasi (communication), dan transaksi(transactions).

B.     Aspek demografis pengguna internet
Aspek demografis adalah aspek yang harus mempertimbangkan gender, usia, budaya, dan SES (social-economic-status) dalam interaksi individu dan internet. Dalam hal ini usia juga turut mempengaruhi perkembangan internet karna internet banyak berkembang di masa ini sehingga sebagian besar pengguna internet berasal dari kalangan muda. Selain itu dalam hal gender teknologi internet dapat mempermudah bagi wanita untuk melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh laki-laki, bahkan dengan teknologi internet ini juga bisa membantu para wanita untuk memasuki dunia politik, dan bisnis, bahkan menjadi seorang pemimpin dalam sebuah organisasi.

Semakin berkembangnya dunia internet pada era ini banyak sekali menimbulkan kesan pro dan kontra, tetapi semua itu kembali lagi pada para pengguna itu sendiri apakah mereka akan menggunakan internet dengan bijak sehingga dapat membawa hal-hal positif bagi para penggunanya atau menggunakan internet dengan tidak bijak sehingga hanya dapat menimbulkan hal yang buruk bagi dirinya sendiri atau orang lain. Semua itu kembali pada pribadi anda masing-masing.

Daftar Pustaka:

http://komunikasi.us/index.php/mata-kuliah/dmnm/2004-e-customers-analisis-perbedaan-antara-demografi-psikografi-synchografi-dan-technog

(3) Gackenbach, J. (2007). Psychology and the internet: Intrapersonal, interpersonal, and transpersonal implications. Kanada: Academic Press. (Demografi, dll) 
0 komentar

Teori Belajar Kognitif dan Implikasinya terhadap Pendidikan

Jerome Bruner dan Jean Piaget adalah dua orang tokoh teori belajar Kognitif. Teorinya didasarkan pada asumsi bahwa: (1) individu mempunyai kemampuan memproses informasi. (2) kemampuan memproses informasi tergantung kepada faktor kognitif yang perkembangannya berlangsung secara bertahap sejalan dengan tahapan usianya. (3) belajar adalah proses internal yang kompleks berupa pemrosesan informasi; (4) hasil belajar adalah berupa perubahan struktur kognitif; (3) cara belajar pada anak-anak dan orang dewasa berbeda sesuai tahap perkembangannya. Berkenaan dengan ini, coba Anda ingat-ingat kembali teori tahap-tahap perkembanagan kognitif dari Jean Piaget dan Jerome Bruner yang telah Anda pelajari.

Piaget mengemukakan, bahwa setiap makhluk hidup perlu beradaptasi dan mengorganisasi lingkungan fisik di sekitarnya agar tetap hidup. Bagi piaget pikiran dan tubuh juga terkena aturan main yang sama. Oleh karena itu, ia berpikir bahwa perkembangan pemikiran juga mirip dengan perkembangan biologis, yaitu beradaptasi dengan dan mengorganisasi lingkungannya. Menurut Piaget (1971) bahwa teori pengetahuan itu pada dasarnya adalah teori adaptasi pikiran ke dalam suatu realitas, seperti organisme beradaptasi ke dalam lingkungan.

Sebagaimana dijelaskan Paul Suparno (1997), Piaget berpendapat bahwa pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata. Skema adalah suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skemata itu akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan mental anak. Orang dewasa mempunyai banyaak skema. Skema ini digunakan untuk memproses dan mengidentifikasi rangsangan yang datang. Anak yang baru lahir memiliki sedikit skema, yang dalam perkembangannya kemudian menjadi lebih umum, lebih terperinci dan lebih lengkap.

Adaptasi intelektual manusia dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan yang baru ke dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus.

Apabila seseorang tidak dapat mengasimilasikan rangsangan atau pengalaman yang baru karena sama sekali tidak cocok dengan skema yang ada dalam pikirannya, maka orang itu akan melakukan akomodasi, yaitu: (1) membentuk skema baru yang dapat cocok dengan rangsangan atau pengalaman baru itu, atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan atau pengalaman baru itu. Skema adalah hasil suatu konstruksi, sebab itu skema bukan tiruan dari kenyataan dunia yang ada.

Dalam perkembangan kognitif seseorang diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Proses atau keadaan itu disebut equilibrium , yaitu pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi. Apabila asimilasi dan akomodasi tidak seimbang, keadaan itu disebut disequilibrium. Sedangkan proses dari disequilibrium ke equilibrium disebut equilibration. Equilibration terus berlangsung pada diri seseorang melalui asimilasi dan akomodasi. Equilibration membuat seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skemata). Bila terjadi ketidakseimbangan maka seseorang dipacu untuk mencari keseimbangan dengan jalan asimilasi dan akomodasi.


Menurut Piaget, skema berkembang sejalan dengan tahap-tahap perkembangan mental/kognitif individu. Jadi secara konseptual bahwa perkembangan kognitif berjalan dalam semua tahap perkembangan pemikiran seseorang sejak lahir sampai dewasa. Pengetahuan dibentuk oleh individu secara terus menerus. Demikianlah bahwa Piaget tergolong ahli psikologi kognitif yang menganut filsafat konstruktivisme.


http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/teori-belajar-kognitif-dan-implikasinya.html
0 komentar

Peranan Ilmu Psikologi Dalam Komunikasi

Kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Sciens, menyebutkan enam pengertian komunikasi :

1. Penyampaian perubahan energi dari suatu tempat ke tempat yang lain seperti gelombang suara.
2. Penyampaian atau penerimaan signal atau pesa oleg organisme.
3. Pesan yang disampaikan.
4. (Teori Komunikasi) Proses yang dilakukan suatu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui   pengaturan signal-signal yang disampaikan.
5. (K. Lewin) Pengaruh suatu wilayah personal pada yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan hang berkaitan pada wilayah lain.
6. Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi (Wolman, 1973: 69)

Daftar pengertian di atas menunjukan rentangan makna komunikasi sebagaimana digunakan dalam dunia psikologi. Bila diperhatikan, dalam psikologi, komunikasi mempunyai makna yang luas, meliputi segala penyampaian energy, gelombang, suara, tanda di antara tempat, sistem atau organisme. Kata komunikasi sendiri di pergunakan sebagai proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh, atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi. Jadi psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi daro alat-alat indera ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengelohan informasi, pada proses palng pengaruh diantara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme.

Contoh kasusnya yang sering saya amati adalah ketika seseorang membaca sebuah berita di salah satu media cetak, maka retina pembaca yang terdiri dari 12 juta sel saraf lebih bereaksi pada cahaya dan penyampaikan pesan pada cabang-cabang saraf yang menyambungkan mata dengan saraf optik. Saraf optik menyambungkan implus-implus saraf itu ke otak. Sepuluh sampai 14 juta sel saraf pada otak pembaca disebut neuron, dirangsang oleh implus-implus yang datang. Terjadilah proses persepsi yang menabjukan. Bagian luar neuron, dendrit adalah penerima informasi. Soma mengolah informaai dan menggabungkannya. Axom adalah kabel miniatur yang yang menyampaikan informasi dari alat indera ke otak, otak ke otot, atau dari neuron yang satu kepada yang lain. Di ujung axon terdapatlah serangkaian knop (terminal knobs) yang melanjutkan informasi itu. Psikolog menyebut proses ini komunikasi, proses ini memang tidak berbeda dengan sistem telekomunikasi dengan terminal-terminal relay dan di lengkapi dengan komputer.

Akan tetapi, psikologi tidak hanya membahas komunikasi di antara neuron. Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terdapat pada proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal atau eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Psikologi juga tertarik pada komunikasi di antara individu, bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons pada individu yang lain.

Dalam buku 'Psikologi Komunikasi' karya DRS. Jalaludin Rakhmat, M.Sc., Fisher menyebutkan ada empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi, yaitu :

1. Penerimaan stimuli secara inderawi ( sensory reception of stimuli)
2. Proses yang mengentarai stimulus dan respon (internal mediation of stimuli)
3. Prediksi respons (prediction of response)
4. Peneguhan respons (reinforcement of response)

Komunkasi afektif layaknya seorang strategi komunikasi dalam memasarkan atau menggambarkan suatu produk agak khalayak dapat mempercayai, mengikuti, bahkan menggunakan produk yang kita kembangkan, apabila orang tersebut berhasil mempengaruhi seseorang maka dapat disebut komunikasi afektif, namun apabila khalayak mengabaikan produk tersebut maka komunikasi menjadi tidak afektif. Lalu bagaimana ciri-ciri komunikasi afektif menurut psikologi komunikasi?

Pengertian, Artinya penerima yang cermat dari isi stimulis seperti yang dimaksud oleh komunikator.

Kesenangan, Tidak semua komunikasi yang di sampaikan untuk memberikan informasi dan berbentuk pengertian.

Mempengaruhi sikap, Dalam hal ini sama dengan komunikasi persuasif, dengan memerluka pemahaman tentang faktor pada diri komunikator dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikate.

Komunikan, Yang ditunjukan menumbuhkan hubungan sosial yang baik sebab manusia adalah mahluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri atau salinv membutuhkan dan menguntungkan.

Tindakan, Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya, bahwa komunikasi yang di gunakan adalah persuasif yang tentunya menghasilkan efek berupa tindakan yang di kehendaki.

Setelah membahas panjang lebar tentang dunia psikologi komunikasi, maka dapat saya simpulkan bahwa komunikasi dan psikologi sangat erat hubungannya seperti saling melengkapi satu sama lain. Dimana komunikasi adalah cara menyampaikan sesuatu dengan tujuan tertentu dan menghasilkan dampak, serta peran ilmu psikologi yang mengkaji tentang jiwa seseorang dengan penelitian-penelitian para ahli sehingga dapat tepat sasaran apa yang akan di komunikasikan.

Refrensi
1. Wirawan Sarwono, Sarlito. Pengantar Psikologi Umum, 2012. Jakarta, Rajawali Pers

2. Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi, 2012. Jakarta, Remaja Rosdakarya
0 komentar

Dampak Psikologis Dari Perkembangan Teknologi Informasi & Komunikasi Dalam Situs Jejaring Sosial

Salah satu kemajuan teknologi dalam bidang komunikasi selain telepon selular atau handphone adalah komputer berjaringan internet yang dapat digunakan menghubungkan seseorang dengan orang lain tanpa ada batasan jarak dan waktu. Komunikasi berbasis internet ini dapat menghubungkan banyak orang sekaligus dalam dunia maya yang ingin saling menyampaikan pesan. Komunikasi berbasis internet ini disebut juga dengan Computer Mediated Communication (CMC). CMC adalah suatu transaksi komunikasi yang terjadi melalui penggunaan dua atau lebih komputer jaringan (anonim., 2010).

Salah satu contoh dari bentuk CMC yang sangat terkenal saat ini di kalangan masyarakat adalah situs jejaring sosial Facebook. Facebook adalah website jaringan sosial dimana para pengguna dapat bergabung dalam komunitas seperti kota, kerja, sekolah, dan daerah untuk melakukan koneksi dan berinteraksi dengan orang lain. Orang juga dapat menambahkan teman-teman mereka, mengirim pesan, dan memperbarui profil pribadi agar orang lain dapat melihat tentang dirinya (anonim, 2008).

Di Indonesia sendiri, pengguna Facebook mencapai 11.759.980 pengguna dengan persentase terbesar 40,1% pada remaja berusia 18-24 tahun (http://www.checkfacebook.com/). hal ini menunjukan betapa menjamurnya jejaring sosial Facebook dalam masyarakat khususnya remaja untuk membantu mereka dalam berkomunikasi.

Punnyanunt-Carter (2006) meneliti tentang salah satu ciri perilaku serta hubungan interpersonal yang terbentuk dari komunikasi dalam dunia maya, yaitu keterbukaan diri. Para pengguna situs pertemanan sosial tersebut memaparkan informasi mengenai dirinya dengan intensitas yang cukup sering. Menurut remaja, media Facebook membantu mereka untuk berkoneksi dengan jaringan sosial yang luas dan terlihat dalam sebuah jaringan sosial membuat remaja menjadi dikenal oleh orang lain dan memungkinkan untuk dapat berkembang menciptakan sebuah hubungan (Christofides, Muise & Desmarais, 2009).

dengan keterbukaan diri yang dilakukan oleh seseorang ketika berinteraksi di dunia maya seperti Facebook, membuat mereka mampu memenuhi kebutuhan afiliasi mereka, memperoleh validasi sosial, menigkatkan kontrol sosial, meraih pengklarifikasian diri, dan melatih pengekspreresian diri (Derlega, dalam yoseptian, 2010). meskipun demikian tanpa disadari ini juga membuat berkurangnya privasi dalam diri mereka. padahal Privasi memiliki fungsi untuk mengembangkan identitas pribadi, yaitu mengenal dan menilai diri sendiri (Altman, dalam Prabowo, 1998). Proses mengenal diri sendiri ini tergantung pada kemampuan untuk mengatur sifat dan gaya interaksi sosial dengan orang lain. Bila seseorang tidak dapat mengontrol interaksi dengan orang lain, maka dirinya akan memberikan informasi yang negatif tentang kompetensi pribadinya (Holahan, dalam Prabowo, 1998) atau akan terjadi proses ketelanjangan sosial dan proses deindividuasi (Sarwono, dalam Prabowo, 1998). Menurut Westin (dalam Prabowo, 1998) dengan privasi seseorang juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantunya mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri (personal autonomy). Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.

hasil riset menunjukan bahwa privasi memiliki korelasi negatif dengan keterbukaan diri. hal ini berari semakin baik privasi yang dimiliki seseorang, maka semakin baik ia mampu mengatur sejauh mana ia dapat membuka dirinya ketika berinteraksi baik di dunia nyata maupun di dunia maya (Lee, 2010). kabar baiknya adalah kebanyakan remaja masih pada keterbukaan diri yang normal ketika menggunakan Facebook, meskipun tetap saja masih ada sekitar 36.36% remaja berada pada kategori tinggi dan 12.72% pada kategori sangat tinggi, yang menunjukan bahwa sejumlah remaja masih sa-ngat begitu terbuka saat berinteraksi melalui situs jejaring sosial Facebook dan cenderung tidak menyaring informasi pribadi apa saja yang dapat diungkapkan pada orang lain (Lee, 2010).

simpulan:

kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam situs jejaring sosial khususnya Facebook ternyata memiliki dampak secara psikologis baik positif maupun negatif. dampak psikologis positif yang dapat diperoleh antara lain adanya keterbukaan diri yang tidak terbatas yang berguna untuk memenuhi kebutuhan afiliasi seseorang, memperoleh validasi sosial, meningkatkan kontrol sosial, meraih pengklarifikasian diri, dan melatih pengekspresian diri.

akan tetapi, keterbukaan diri dalam dunia maya juga memiliki dampak negatif yaitu berkurangnya aspek privasi dalam diri seseorang. padahal privasi memiliki fungsi untuk mengembangkan identitas pribadi, melakukan evaluasi diri, dan membantunya mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri (personal autonomy). Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.

selain 2 aspek psikologis diatas, dampak lain yang dapat muncul akibat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam jejaring sosial adalah bisa terjadi kurangnya kontak sosial di dunia nyata karena seseorang lebih senang untuk berinteraksi melalui dunia maya.

Referensi:

Anonim. (2008). Definisi Facebook. http://indodesign.net/jasa-web-design-murah-semarang-indonesia/tips-dan-artikel-jasa-pembuatan-cms-joomla-murah-blog-facebook-web-design-murah/35-komputer-dan-internet/113-face-book-adalah-definisi-facebook.  Diunduh tanggal 10 Maret 2011.
Punyanunt-Carter, N.M. (2006). An analysis of college student’s: Self-disclosure behaviors on the internet. College Student Journal, 5, 329-331.
Christofides, E., Muise, A., & Desmarais, S. (2009). Information disclosure and control on facebook: are they two sides of the same coin or two different processes? Journal of Cyberpsychology & Behavior, 12, 341-345.
Yoseptian, F.X. (2010). Hubungan Kebutuhan Affiliasi Dengan Keterbukaan Diri Pada Remaja Yang Menggunakan Fitur Update Status Pada Situs Jejaring Sosial Facebook. Penulisan Ilmiah (Tidak Diterbitkan). Depok. Universitas Gunadarma
Prabowo, H. (1998). Seri diktat kuliah: Arsitektur, psikologi dan masyarakat. Jakarta: Gunadarma University Press.

Lee, Yoseptian. F.X. (2010). Privasi Dan Keterbukaan Diri Pada Remaja Pengguna Facebook. Jurnal Ilmiah Psikologi Universitas Gunadarma, 4, 72-75.
Sabtu, 02 Desember 2017 0 komentar

Pendidikan Psikologi bagi Pustakawan

Menurut asal katanya, psikologi berasal dari kata Yunani ‘psyche’ yang berarti jiwa dan logos’ yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun pengertian jiwa tidak pernah ada kesepakatan dari sejak dahulu. Di antara pendapat para ahli, jiwa bisa berarti ide, karakter atau fungsi mengingat, persepsi akal atau kesadaran. Psikologi adalah ilmu yang sedang berkembang dan pada hakikatnya psikologi dapat diterapkan pada setiap bidang dan segi kehidupan.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan aktivitas kehidupan, ilmu psikologi berkembang dengan cepat. Cabang-cabang psikologi dapat digolongkan berdasarkan kekhususan bidang studinya, baik ilmu dasar (teoritis), maupun yang bersifat terapan (praktis). Dalam penerapanya, psikologi berkembang ke berbagai aspek kehidupan manusia, demikian juga titik singgung dengan ilmu ilmu lain juga semakin banyak, misalnya dengan ilmu manajemen, ilmu ekonomi, ilmu sosial dan ilmu perpustakaan.
Ilmu psikologi sangatlah penting bagi pustakawan. Melalui pengetahuan psikologi ini pustakawan dapat meningkatkan profesionalismenya yang akan berpengaruh terhadap kinerja layanan di perpustakaan dan kepuasan pemustaka.

Psikologi Bagi Pustakawan
Untuk dapat memahami kepribadian tidak mudah karena kepribadian merupakan masalah yang kompleks. Kepribadian itu tidak hanya melekat pada diri seseorang, tetapi lebih merupakan hasil suatu pertumbuhan yang lama dalam suatu lingkungan budaya. Para ahli menyebutkan bahwa kepribadian adalah kesan yang ditimbulkan oleh sifat-sifat lahiriah seseorang, seperti cara berpakaian, sifat jasmaniah, daya pikat dan sebagainya. Disebutkan juga bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai makhluk yang bersifat psikofisik yang menentukan penyesuaian dirinya secara unik terhadap lingkungan. Ahli lain mengklasifikasikan seluruh ranah kepribadian dalam enam tipe yang sangat menonjol, yaitu tipe realistik, tipe penyelidik atau investigatif, tipe artistik, tipe sosial, tipe perintis atau enterpristing dan tipe konvensional.

Kepribadian seseorang akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian antara lain: perasaan bersalah, benci, cemas, kepercayaan yang diemban, harapan yang dicamkan dan kasih sayang yang diterima dari lingkungan. Dengan kita mencoba mengenal dan kemudian memahami istilah kepribadian, maka kemudian diharapkan akan mempermudah mengenal diri sendiri, baik kekuatan atau kelemahan yang ada. Dengan kita sudah mengenal diri sendiri akan sangat bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan, terutama memperlancar tugas profesional kita.

Pustakawan khususnya bagian sirkulasi adalah sebuah pekerjaan  yang dituntut untuk menghadapi orang yang beranekaragam, mulai dari keberagaman usia, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi dan lain-lain. Untuk dapat melayani kebutukan informasi mereka, penting bagi pustakawan untuk memiliki pengetahuan psikologi. Dengan pengetahuan psikologi ini pustakawan dapat mengenal kepribadian pemustaka yang selanjutnya dapat memprediksi kebutuhan informasi mereka. Dengan demikian pustakawan dapat menentukan tindakan dalam memenuhi kebutuhan informasi mereka, apakah mereka ingin informasi ilmiah, artikel ringan atau mereka sekedar ingin berekreasi melalui koleksi fiksi sehingga pelayanan yang diberikan lebih optimal.

Psikologi dan Layanan Perpustakaan

Perpustakaan menempati posisi strategis dalam kehidupan umat manusia, bahkan dapat dipakai sebagai tolok ukur tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa. Salah satu faktor signifikan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh keberadaan dan pemanfaatan perpustakaan.

Dalam mengembangkan perpustakaan, perlu adanya dukungan dari ilmu- ilmu lainya, salah satunya adalah ilmu psikologi. Ilmu psikologi dapat meningkatkan profesionalisme pustawan. Dengan profesionalisme yang tinggi, pustakawan dapat memuaskan kebutuhan informasi pemustaka. Dengan demikian dapat tercipta adanya suatu interaksi aktif antara pemustaka dan pustakawan. Faktor penting lain yang menentukan terjadinya interaksi sosial di perpustakaan adalah persepsi positif pemustaka terhadap layanan perpustakaan dan pustakawanya. Daya tarik antarpribadi juga menjadi faktor yang menentukan terwujudnya interaksi sosial. Yang mempengaruhi daya tarik antarpribadi, di antaranya adalah kesempatan untuk berinteraksi, baik yang berhubungan jarak fisik maupun jarak psikologis. Pendekatan untuk mengetahui daya tarik antar-pribadi, dapat dilakukan melalui pendekatan kognitif dan pendekatan formulasi pada hukum-hukum belajar.

Hal sederhana lainya yang sangat penting bagi pustakawan adalah keramahan. Apabila pustakawan ramah terhadap pemustaka, mereka akan nyaman untuk berkomunikasi dengan para pustakawan. Melalui jalinan komunikasi yang baik inilah dapat tercapai relevansi yang tinggi terhadap informasi yang dibutuhkan pemustaka. Komunikasi dalam lingkup perpustakaan ini tidak hanya  terbatas pada komunikasi “face to face” pustakawan dan pemustaka saja. Komunikasi disini dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian dan penerimaan berita, pesan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Komunikasi ini tidak akan terjadi apabila tidak ada komunikator, pesan  yang disampaikan dan komunikan yang menerima pesan tersebut. Namun demikian, komunikasi dalam kenyataannya tidak seperti yang dikatakan itu. Masih terdapat sejumlah kemungkinan penghalang, dan penyaring di dalam proses komunikasi. Pengirim (komunikator) mencoba untuk mengkodekan berita, pesan atau buah pikirannya kedalam suatu bentuk yang dianggapnya paling tepat. Kemudian kode-kode tersebut dikirimkan, dan penerima (komunikan) berusaha memahami kode tersebut. Tetapi di dalam proses perjalanan berita tadi banyak terdapat serangkaian persepsi atau gangguan yang dapat mengurangi kejelasan dan ketepatan pesan atau berita. Halangan paling besar untuk mencapai komunikasi yang efektif adalah jika terjadi aneka macam persepsi atau gangguan. Misalnya, komunikator menyampaikan pesan dengan tidak jelas dan menggunakan saluran transmisi yang salah mungkin si komunikan sedang memikirkan hal lain pada saat ia harus menerima pesan tersebut. Dalam kondisi seperti itu ia hanya mendengar tetapi mungkin tidak tahu tentang isi pesannya.

Referensi

Daftar bacaan:
Basuki, Sulistyo. 2004. Pengantar Dokumentasi: mulai dari pengembangan istilah, pemahaman jenis dokumen diikuti dengan pengolahan dokumen, dan komunikasi sampai dengan jasa pemencaran informasi serta diakhiri dengan etika profesi. Bandung:Rekayasa Sains
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/penilaian-kinerja-karyawan-definisi.html diakses pada 26 Oktober 2010
http://massofa.wordpress.com/2008/02/06/pengantar-psikologi-perpustakaan/ diakses pada 24 Oktober 2010
https://jejeffri.wordpress.com/2011/04/03/pendidikan-psikologi-bagi-pustakawan-untuk-profesionalitas-dan-layanan/
Rimbarawa, Kosan. Supriyanto. 2006. Aksentuasi Pustakawan dan Perpustakaan. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia Pengurus Daerah DKI Jakarta

Undang-undang No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan. 2007. Semarang: Panji Duta Saran
0 komentar

Aplikasi Landasan Teori Psikologi Sosial dalam Teknologi Pendidikan

Lumsdaine berpendapat bahwa ilmu perilaku, khususnya teori belajar, merupakan ilmu yang utama untuk memperkembangkan teknologi pembelajaran. Bahkan Deterline berpendapat bahwa teknologi pembelajaran merupakan aplikasi teknologi perilaku yaitu menghasilkan perilaku tertentu secara sistematik guna keperluan pembelajaran (Miarso, 2011 : 111).

Dalam pengembangan teknologi pendidikan yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan teknologi pendidikan. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara / metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar

Selain itu aplikasi psikologi sosial dalam teknologi pendidikan adalah yang menyangkut dengan aspek-aspek perilaku dalam ruang lingkup belajar mengajar. Secara psikologis, manusia adalah mahluk individual namun juga sebagai makhluk social dengan kata lain manusia itu sebagai makhluk yang unik. Maka dari itu kajian teori dalam psikologi dalam Teknologi pendidikan seharusnya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaan serta karakteristik-karakteristik individu lainnya. Dan strategi belajar seperti itu terdapat dalam kajian ilmu Teknologi Pendidikan.

Pengaplikasian teori psikologi terhadap teknologi pendidikan sangat erat karena dalam membuat strategi belajar dan untuk mengetahui tehnik belajar yang baik maka terlabih dahulu kita sebagai guru harus mengerti ilmu jiwa.

Psikologi sosial merupakan perkembangan Ilmu Pengetahuan yang baru, dan merupakan cabang dan Ilmu Pengetahuan Psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial, seperti situasi kelompok, situasi massa dan sebagainya; termasuk di dalamnya interaksi antar orang dan hasil kebudayaannya.

Aplikasi psikologi sosial dalam teknologi pendidikan adalah yang menyangkut dengan aspek-aspek perilaku dalam ruang lingkup belajar mengajar. Secara psikologis, manusia adalah mahluk individual namun juga sebagai makhluk social dengan kata lain manusia itu sebagai makhluk yang unik. Maka dari itu kajian teori dalam psikologi dalam Teknologi pendidikan seharusnya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaan serta karakteristik-karakteristik individu lainnya. Dan strategi belajar seperti itu terdapat dalam kajian ilmu Teknologi Pendidikan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengaplikasian teori psikologi terhadap teknologi pendidikan sangat erat karena dalam membuat strategi belajar dan untuk mengetahui tehnik belajar yang baik maka terlabih dahulu kita sebagai guru harus mengerti ilmu jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2009.  Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Miarso, Yusufhadi., 2011. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Syah, Muhibbin., 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Amarlis, 2013 .  Landasan Teori Psikologi.

http://blogmarlis.blogspot.com/2013/05/makalah-landasan-teori-psikologi.html. diakses pada tanggal 07 Oktober 2013.
0 komentar

Test psikologi online

Pada era yang serba canggih dan praktis ini, mengerjakan test-test psikologi sudah bisa kita lakukan kapanpun dan dimanapun kita berada dengan menggunakan internet. Test-test psikologi online sudah tersebar di dunia internet. Sehingga memudahkan kita untuk mencoba berbagai macam test yang ada. Contohnya di jejaring sosial facebook,Twitter kita dapat mengetahui watak, kepribadian, dll dari aplikasi yang tersedia disana. Namun hasilnya belum bisa sepenuhnya dikatakan benar, karena test yang disediakan di jejaring sosial tersebut masih sangat sederhana.dan test-test psikologi itu setiap waktunya mengalami perubahan atau variasi agar orang-orang tidak melakukan test yang sama dalam waktu yang berbeda.

Keakuratan hasil test psikologi bisa dipengaruhi oleh mood atau kondisi tubuh seseorang pada saat itu. Namun jika dibandingkan antara test psikologi yang ada dalam internet dan test psikologi yang memang diadakan oleh para psikolog tentunya terdapat sedikit perbedaan. Alangkah baiknya jika kita ingin mengukur kemampuan kita, kepribadian, atau IQ kita langsung mendatangi para pakar psikologi yang memang menyelenggarakan test tersebut. Karena kalau kita hanya berpatokan pada test yang ada di internet, hasilnya pun masih diragukan kebenarannya. Karena bisa saja yang membuat test tersebut tidak ahli dalam bidang psikologi, melainkan hanya asal-asalan membuat test tersebut.


Jangankan hanya sekedar test, jika kita ingin berkonsultasi mengenai masalah-masalah yang kita miliki pun bisa menggunakan internet. Karena banyak psikolog-psikolog yang membuat situs khusus untuk berkonsultasi. Disana kita dapat bercerita dan mendapatkan solusinya. Kita bisa berkonsultasi kapanpun kita inginkan.Tidak perlu repot-repot langsung datang ke tempat konsultasi, kita hanya duduk tenang di depan komputer, laptop,bahkan handphone lalu kita juga bisa melakukan aktivitas lainnya.

referensi

https://riristrisnani.wordpress.com/2012/11/25/penerapan-teknologi-internet-dalam-bidang-psikologi/
0 komentar

Pengaplikasian ilmu psikologi dengan teknologi informasi

Teknologi kini bukan hanya sebatas pada dunia cyber saja, atau dunia komputer saja, teknologi kini telah berkembang pesat dan telah merambah ke berbagai bidang disiplin ilmu lainnya. Teknologi informasi kini telah dikenal dengan luas, dan ternyata keberadaannya dapat dikaitkan dengan berbagai disiplin ilmu. Teknologi kini telah dikenal secra umum dan telah dikenal secara luas, berbagai bidang ilmu telah menggunakan aplikasi dari Teknologi Informasi guna mengembangkan ilmu-ilmu yang berkaitan.

Salah satu disiplin ilmu yang menggunakan Teknologi Informasi adalah Psikologi. Memang antara Psikologi dan Informasi Teknologi memiliki kajian objek teoritis dan aspek yang berbeda mengenai hal apa yang menjadi objek ilmu mereka, namun dalam beberapa hal keberadaan Teknologi Informasi bisa menjadi suatu ilmu yang membantu dalam upaya pengembangan ilmu dan pemaksimalan dalam aplikasi ilmu Psikologi.

E-Counseling merupakan salah satu bentuk nyata aplikasi Teknologi Informasi dalam bidang Psikologi. Internet menawarkan suatu proses psikoterapis yang menggunakan suatu media komunikasi yang baru, dimana melalui media tersebut mereka dapat memberikan intervensi psikoterapi itulah yang disebut dengan E-counseling atau e-mail counseling. E-mail conseling merupakan pelayanan intervensi psikologi yang dilakukan melaui Internet, dimana proses terapi terlebih dahulu dilakukan melaui media ini, untuk kemudian menyususn rencana dalam melakukan intervensi psikologi secara face-to-face akan dilakukan. Fungsi dari e-counseling adalah untuk membantu terapis dalam mengumpulkan sejumlah data yang terkait dengan kliennya sebelum akhirnya terapis dan klien sepakat untuk bertemu secara langsung untuk melakukan proses terapis selanjutnya. Dalam aplikasinya, psikoterapi online menawarkan tantangan etika baru bagi mereka para terapis yang tertarik untuk menggunakan media ini dalam memberika pelayanan psikologi. Perbedaan antara komunikasi berbasis teks interaktif dan komunikasi verbal in-person menciptakan tantangan etika baru yang sebelumnya tidak di temui dalam terapi face-to-face.


Bentuk lain dari penerapan teknologi dalam psikologi adalah program SPSS. Program ini memang dibuat untuk membantu berbagai bidang ilmu dalam mempermudah pengembangan ilmu tersebut. Psikologi pun menggunakan aplikasi ini dalam membantu mengolah data. Data yang bisa diaplikasikan dalam SPSS adalah data secara kuantitatif. Aplikasi SPSS sangat membantu bidang psikologi ketika seseorang sedang melakukan penelitian di bidang psikologi dengan metode kuantitatif. Dalam penelitian jumleh subjek yang dibutuhkan tidaklah sedikit, karena untuk memperoleh hasil yang akurat memerlukan cukup banyak subjek sebagai respondennya. Disinilah peranan SPSS sangat dibutuhkan, data yang telah diperoleh untuk diolah bukanlah data yang sedikit dan sangat melebihi daya tampung manusia jika pengolahan tersebut harus dilakukan secara manual, akan terjadi kelelahan, hasil yang tidak akurat, dan akan sangat membuang energi dalam pelaksanaanya, dengan aplikasi SPSS lah berbagai masalah yang muncul jika di olah secra manual dapat teratasi.
 
;