Stres
merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian antara situasi yang diinginkan dengan keadaan
biologis, psikologis atau sistem sosial individu tersebut (Sarafino 2006).
Agolla
dan Ongori (2009) juga mendifinisikan stres sebagai persepsi dari kesenjangan
antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu untuk memenuhinya.
Menurut
Santrock (2003) stres merupakan respon individu terhadap keadaan atau kejadian
yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang
untuk menanganinya (coping).
Baron
dan Byrne (1997) menyatakan bahwa stres merupakan respon terhadap persepsi
kejadian fisik atau psikologis dari individu sebagai sesuatu yang potensial
menimbulkan bahaya atau tekanan emosional.
Selye
(dalam Munandar, 2001) menyatakan bahwa stres adalah tanggapan menyeluruh dari
tubuh terhadap setiap tuntutan yang dating atasnya. Jadi stres bersifat
subyektif tergantung bagaimana orang tersebut memandang kondisi penyebab stress
(stressor).
Menurut
Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat
merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan
beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres)
tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap
peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang
dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil
manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991).
Stressor
yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang
positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan
mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat
menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian
kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye,
1956).
Penilaian
kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada
masing-masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penilaian
kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk
menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi
yang stressful. Sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome
yang lebih baik bagi individu.
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah ketidaksesuaian
antara situasi yang diinginkan dimana terdapat kesenjangan antara tuntutan
lingkungan dan kemampuan individu untuk memenuhinya yang dinilai potensial
membahayakan, mengancam, mengganggu dan tidak terkendali atau melebihi
kemampuan individu untuk melakukan coping.
Jadi, stres adalah suatu keadaan
yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau
lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.
.
Stres baik
Stres
tidak hanya dipicu sepenuhnya oleh pengalaman negatif. Bahkan, pengalaman
positif juga dapat membawa stres, seperti upacara kelulusan atau pernikahan.
Namun, tipe stres seperti ini dalam dosis kecil sebenarnya baik untuk sistem imun
kita. Selain itu, tipe stres ini juga dapat membuat banyak orang lebih mudah
untuk menciptakan tujuan dan menikmati proses mencapainya dengan penuh energi.
2.
Distres internal
Ini
adalah tipe stres yang buruk. Distres merupakan tipe stres negatif hasil dari
pengalaman buruk, ancaman, atau perubahan situasi yang tidak terduga dan tidak
nyaman. Pada dasarnya, tubuh kita menginginkan rasa aman sehingga apabila rasa
tersebut terusik, tubuh pun mengalami distres.
3.
Distres akut
Distres
akut terjadi ketika seseorang mengalami distres yang dipicu oleh peristiwa
buruk yang berlalu dengan cepat. Sementara stres kronik terjadi ketika
seseorang harus menahan stres dalam waktu yang lama. Kedua tipe stres ini akan
memicu timbulnya hiperstres.
4.
Hipostres
Ternyata
hari-hari tanpa kekhawatiran dan tantangan juga dapat memicu tipe stres
lainnya, yaitu hipostres. Hipostres merupakan “ketidakadaan” stres, tetapi bisa
juga diartikan kebosanan yang ekstrem. Seseorang yang mengalami hipostres
mungkin merasa tidak tertantang, tidak memiliki motivasi untuk melakukan apa
pun. Hipostres dapat memicu perasaan depresi dan kesia-siaan.
5.
Eustres
Eustres
merupakan stres yang sangat berguna lantaran dapat membuat tubuh menjadi lebih
waspada. Eustres membuat tubuh dan pikiran menjadi siap untuk menghadapi banyak
tantangan, bahkan bisa tanpa disadari. Tipe stres ini dapat membantu memberi
kekuatan dan menentukan keputusan, contohnya menemukan solusi untuk masalah.
Olejnik dan
Holschuh (2007) menyatakan sumber stres akademik atau stresor akademik yang
umum antara lain:
a) Ujian, menulis, atau kecemasan berbicara
di depan umum
Beberapa
siswa merasa stres sebelum ujian atau menulis sesuatu ketika mereka tidak bisa
mengingat apa yang mereka pelajari. Telapak tangan mereka berkeringat, dan
jantung berdegup kencang. Mereka merasa sakit kepala atau merasa dingin ketika
dalam situasi ujian. Biasanya siswa siswi ini tidak bisa melakukan yang terbaik
karena mereka terlalu cemas ketika merefleksikan apa yang telah di pelajari.
b) Prokrastinasi
Beberapa
guru menganggap bahwa siswa yang melakukan prokrastinasi menunjukkan ketidakpedulian
terhadap tugas mereka, tetapi ternyata banyak siswa yang peduli dan tidak dapat
melakukan itu secara bersamaan. Siswa tersebut merasa sangat stres terhadap
tugas mereka.
c) Standar akademik yang tinggi
Stres
akademik terjadi karena siswa ingin menjadi yang terbaik di sekolah mereka dan
guru memiliki harapan yang besar terhadap mereka. Hal ini tentu saja membuat
siswa merasa tertekan untuk sukses di level yang lebih tinggi. Dari penjelasan
di atas dapat disimpulkan bahwa stresor akademik yang umum antara lain: ujian,
menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum, prokrastinasi, standar
akademik yang tinggi.
Setiap
tahapan stress memperlihatkan sejumlah gejala-gejala yang dirasakan oleh orang
yang mengalami stress. Dengan memahami tahapan ini, kita bisa mengetahui
tingkatan stress yang dialami seseorang dan akan mempermudah sebelum dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut ke dokter. Petunjuk-petunjuk tahapan stress tersebut
dikemukakan oleh Dr. Robert J. Van Amberg yang merupakan seorang psikiater.
Stres
tingkat I. Tahapan ini merupakan tingkat stress yang paling ringan, dan
biasanya disertai denganperasaan-perasaan seperti semangat yang cenderung
besar, penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, energi dan gugup yang
berlebihan,dan kemampuan menyelesaikan
pekerjaan lebih dari biasanya. Gejala yang ada pada Tahapan Stress I ini
biasanya menyenangkan dan nyaris selalu dianggap positif. Padahal sebenarnya
tanpa disadari bahwa cadangan energi sedang menipis.
Stress
tingkat II. Gejala dalam tahapan ini mulai berbeda dengan tahapan stress I.
Gejala yang dominan adalah keluhan-keluhan yang dikarenakan cadangan energi
tidak lagi cukup sepanjang hari. Keluhan-keluhan yang dirasakan antara lain
merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah sesudah makan siang, merasa
lelah menjelang soare hari, kadang gangguan dalam system pencernaan (gangguan
usus, perut kembung), kadang-kadang pula jantung berdebar-debar, perasaan
tegang pada otot-otot punggung dan tengkuk (belakang leher), perasaan tidak
bisa santai.
Stress
tingkat III. Tahapan ini disertai dengan gejala seperti gangguan usus lebih
terasa (sakit perut, mulas, sering ingin ke belakang), otot-otot terasa lebih
tegang, perasaan tegang yang semakin meningkat, gangguan tidur (sukar tidur,
sering terbangun malam dan sukar tidur kembali, ataubangun terlalu pagi), badan
susah untuk tegak, rasa-rasa mau pingsan (tidak sampai jatuh pingsan). Pada
tahapan ini penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali kalau
beban stress atau tuntutan-tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapat kesempatan
untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan suplai energi.
Stress
tingkat IV. Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk yang
ditandai dengan ciri-ciri antara lain untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa
sangat sulit, kegiatan-kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit,
kehilangan kemampuan untuk menanggapi situasi, pergaulan social dan
kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa bera, tidur semakin sukar, mimpi-mimpi
menegangkan dan seringkali terbangun dini hari, perasaan negativisik, kemampuan
berkonsentrasi menurun tajam, perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan, tidak
mengerti mengapa.
Stress
tingkat V. Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari tahapan IV
diatas, yaitu keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaustion),
untuk pekerjaan-pekerjaan yang sederhana saja terasa kurang mampu, gangguan
system pencernaan (sakit maag dan usus) lebih sering, sukar buang airbesar atau
sebaliknya feses cair dan sering ke belakang, perasaan takut yang semakin
menjadi, mirip panic.
Stress
Tingkat VI. Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat
darurat. Gejala-gejala pada tahapan ini cukup mengerikan seperti debar jantung
terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang dikeluarkan cukup
tinggi dalam peredaran darah. Gejala lain adalah nafas sesak, badan gemetar,
tubuh dingin, keringat bercucuran, tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun
tidak kuasa lagi, mudah pingsan atau collaps. Jika dicermati, tingkatan stress
VI ini telah menunjukkan manifestasi di bidang fisik juga psikis. Di bidang
fisik sering berupa kelelahan, sedangkan di bidang psikis berupa kecemasan dan
depresi.
Penting
untuk memahami tingkat stress untuk kemudian mencermati gejalanya. Sangat
banyak penderita stress yang tidak mengetahui bahwa dirinya terjangkiti. Dengan
memahami gejala, penanganan dini bisa dilakukan.
Jika
stress pada individu tidak tertangani maka bukan tidak mungkin stress tersebut
akan membuat orang menjadi frustasi. Tingkatan stress pada individu satu sama
lain pasti berbeda, individual differences tersebut yaitu adanya faktor jenis
kelamin, usia, tingkah laku, intelegensi, afeksi, budaya, dll. Karena stress
adalah hal yang alamiah maka bukanlah ketakutan berlebihan yang harus terjadi
ketika stress datang. Malah kita harus menjadikan stress sebagai tantangan
untuk kita agar kita bisa mengelola stress itu dengan baik karena jika stress
bisa dikelola dengan baik, stress tersebut akan bisa menjadi bermanfaat untuk
kehidupan kita. Cara mengatasi stress biasa disebut dengan Coping Stress. Apa
saja sih yang termasuk dalam jenis-jenis coping stress?
Jenis – Jenis Coping Stress
Individu
dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Karena
ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyaman,
seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stres.
Hal-hal yang dilakukan bagian dari coping (dalam Jusung, 2006).
Sarafino
(2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana individu melakukan usaha
untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan
antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab
munculnya situasi stres. Menurut Sarafino (2006) usaha coping sangat bervariasi
dan tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu masalah yang menimbulkan
situasi stres. Individu melakukan proses coping terhadap stres melalui proses
transaksi dengan lingkungan, secara perilaku dan kognitif.
Menurut
Lazarus dan Folkman, ada 2 jenis
strategi coping stres, yaitu :
Emotional-Focused
Coping
Coping
ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional terhadap
situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara behavioral maupun
kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung
menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa
stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi. Berikut adalah
aspek-aspeknya:
1. Self
Control, merupakan suatu bentukdalam penyelesaian masalah dengan cara
mengendalikan dri, menahan diri, mengatur perasaan, maksudnya selalu teliti dan
tidak tergesa dalam mengambil tindakan.
2. Seeking
Social Support (For Emotional Reason), adalah suatu cara yang dilakukan
individu dalam menghadap masalahnya dengan cara mencari dukungan sosial pada
keluarga atau lingkungan sekitar, bisa berupa simpati dan perhatian.
3. Positive
Reinterpretation, respon dari suatu individu
dengan cara merubah dan mengembangkan dalam kepribadiannya, atau mencoba
mengambil pandangan positif dari sebuah masalah (hikmah).
4. Acceptance,
berserah diri, individu menerima apa yang terjadi padanya atau pasrah, karena
dia sudah beranggapan tiada hal yang bisa dilakukannya lagi untuk memecahkan
masalahnya.
5. Denial
(avoidance), pengingkaran, suatu cara individu dengan berusaha menyanggah dan
mengingkari dan melupakan masalah-masalah yang ada pada dirinya
Problem-Focused
Coping
Coping
ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar
sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan Folkman (1986)
mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem Focused Coping ketika
individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah. Aspek-aspek yang
digunakan individu, yaitu :
1. Distancing
, ini adalah suatu bentuk coping yang sering kita temui, yaitu usaha untuk
menghindar dari permasalahan dan menutupinya dengan pandangan yang positf, dan
seperti menganggap remeh/lelucon suatu masalah .
2. Planful
Problem Solving, atau perencanaan, individu membentuk suatu strategi dan
perencanaan menghilangkan dan mengatasi stress, dengan melibatkan tindakan yang
teliti, berhati-hati, bertahap dan analitis.
3. Positive
Reapraisal, yaitu usah untuk mencar makna positif dari permasalahan dengan
pengembangan diri, dan stategi ini terkadang melibatkan hal-hal religi.
4. Self
Control, merupakan suatu bentukdalam penyelesaian masalah dengan cara menahan
diri, mengatur perasaan, maksudnya selalu teliti dan tidak tergesa dalam
mengambil tindakan.
5. Escape,
usaha untuk menghilangkan stress dengan melarikan diri dari masalah, dan
beralih pada hal-hal lain, seperti merokok, narkoba, makan banyak dll.
Referensi
https://rifkaputrika.wordpress.com/2014/04/04/arti-penting-stress-dan-jenis-jenis-coping-stress/
http://tips-menghilangkan-stress.blogspot.co.id/2012/09/mengidentifikasi-tingkat-stress.html
https://rumahradhen.wordpress.com/materi-kuliahku/semester-iii/perilaku-dalam-berorganisasi/pengertian-stres-dan-jenis-jenis-stres/
0 komentar:
Posting Komentar